Materi Kultum Rabu 31 Juli dan 01 Agustus 2019 (Syarat Sholat)
Kita semua tahu bahwa sholat merupakah kewajiban bagi setiap orang muslim yang sudah baligh baik laki-laki maupun perempuan.
"Maka apabila kamu
telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa
aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." QS. An Nisa : 31
kalau bicara mengenai kewajiban tentunya kita sebagai muslim tidak boleh untuk meninggalkan sama sekali, juga kita harus memperhatikan supaya apa yang dikerjakan tidak percuma, kita harus memperhatikan syarat-syaratnya, ya seperti syarat syahnya. Kalau syarat sahnya ini kita tinggalkan atau kita abaikan maka sudah jelas kewajiban yang kita kerjakan tidak ternilai, ini sama saja kita meninggalkan kewajiban kita, dan tentu hukumnya akan berdosa. oleh karenanya akan kita bahas mengenai apa saja yang menjadi syarat sah daripada sholat.
Dasar pertama yang menjadi perhatian kita, dijelaskan dalam Surat Al Maidah ayat 6 sebagai berikut:
Dasar pertama yang menjadi perhatian kita, dijelaskan dalam Surat Al Maidah ayat 6 sebagai berikut:
Berdasarkan firman Allah:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]
Read more https://almanhaj.or.id/936-syarat-syarat-sahnya-shalat.html
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]
Read more https://almanhaj.or.id/936-syarat-syarat-sahnya-shalat.html
Berdasarkan firman Allah:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]
Read more https://almanhaj.or.id/936-syarat-syarat-sahnya-shalat.html
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]
Read more https://almanhaj.or.id/936-syarat-syarat-sahnya-shalat.html
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ
أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ
تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ
حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ
عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Referensi: https://tafsirweb.com/1890-surat-al-maidah-ayat-6.html
Referensi: https://tafsirweb.com/1890-surat-al-maidah-ayat-6.html
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." QS. Al Maidah : 6
Dari Ibnu Umar Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Allah tidak akan menerima sholat (yang dikerjakan) tanpa bersuci".
Di dalam hadits, Rasulullah SAW juga bersabda:
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُوْرُ
Artinya: Kuncinya shalat adalah suci.
Bersuci,
selain diperintahkan dalam Al-Qur’an atau hadits, juga mengandung
beberapa hikmah dan rahasia yang bisa dipetik sebagaimana yang disarikan
dari salah seorang ulama Al-Azhar, Kairo, Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam
kitabnya Hikmatut Tasyri’ Halaman 59-63.
Pertama, ketika shalat, malaikat tak tertarik melihat ada hamba berpakaian kotor, baunya apek.
Kedua, kalau orang sedang berbaris, berjajar dengan manusia lain dalam shaf
shalat, sedang pakaiannya kotor, pasti akan mengganggu jamaah lain. Oleh
karena itu, Islam menyunahkan mandi bagi siapa saja yang ingin shalat. karena baju
kotor dan bau apek merupakan musibah yang menyakitkan bagi orang di
sekitarnya.
Ketiga,
manusia itu mempunyai dua sisi kepribadian. Pribadi hayawan dan
malaikat. Jika orang sedang berhubungan suami
istri, kepribadian hayawani sedang mengalahkan kepribadian
malaikat. Istilahnya ia sedang menyakiti kepribadian malaikat. Untuk
memulihkan itu, seseorang perlu bersih-bersih dengan mandi jinabat.
Keempat, dengan wudlu dan mandi dapat menumbuhkan semangat baru, mengusir kemalasan.
Orang yang menjalankan ibadah bisa tampil dalam keadaan segar, fresh dan semangat. Begitu pula bagi orang yang haidl dan nifas.
Kelima,
badan-badan yang biasa dibersihkan, adalah badan yang biasa dibuat
untuk menjalankan maksiat. Muka dengan instrumen mata yang biasa melihat
maksiat, memakan harta haram, mencium aroma yang tidak seharusnya ia
hirup, tangan mengambil harta yang tidak dengan cara tepat, menyakiti
orang lain, kaki berjalan menuju lokasi yang tidak diridlai Allah,
telinga mendengarkan hal yang dilarang Allah Ta’ala.
Dengan
dibersihkan melalui wudlu, semua badan menjadi bersih dan bersiap
semangat menuju ibadah kepada Allah Ta’ala. Namun mesti harus dibarengi
dengan membersihkan diri juga dari kotoran yang ada didalam diri yang meliputi hasud, iri,
dengki, sombong, pamer, dan lain sebagainya.
NB:
A. Kesucian Pakaian
Dalil tentang
sucinya pakaian didapatkan dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan
pakaianmu sucikanlah.” (Al-Mudatstsir: 4)
Sebagian
ahlul ilmi menafsirkan ayat ini dengan: “Sucikanlah pakaianmu dari najis untuk
mengerjakan shalat.” Adapun yang lainnya menafsirkan dengan selain makna ini.
(Ma’alimut Tanzil 4/383, Adhwa`ul Bayan 8/619)
Dari
As-Sunnah didapatkan banyak dalil, seperti hadits Asma` bintu Abi Bakr
radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ya Rasulullah, apa pendapatmu bila pakaian
salah seorang dari kami terkena darah haid, apa yang harus diperbuatnya?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi bimbingan:
إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ إِحْدَاكُنَّ الدَّمَ مِنَ الْحَيْضَةِ فَلْتُقْرِصْهُ ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ بِمَاءٍ ثُمَّ لِتُصَلِّي فِيْهِ
“Apabila
pakaian salah seorang dari kalian terkena darah haid, hendaklah ia mengeriknya
kemudian membasuhnya dengan air. Setelah itu, ia boleh mengenakannya untuk
shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 307 dan Muslim no. 673)
Kata
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu, dalam hadits ini terdapat
isyarat dilarangnya shalat bila mengenakan pakaian yang terkena najis. (Fathul
Bari, 1/532)
B. Kesucian Badan
Demikian
pula hadits tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas sandalnya
ketika shalat, sebagaimana diberitakan Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu:
"Tatkala
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat bersama shahabat-shahabat
beliau, tiba-tiba beliau melepas kedua sandalnya2 lalu meletakkannya di sebelah
kiri beliau. Ketika melihat hal tersebut, mereka (para shahabat) pun melepaskan
sandal mereka. Selesai dari shalat, Rasulullah bertanya, “Ada apa kalian melepaskan
sandal-sandal kalian?” Mereka menjawab, “Kami melihatmu melepas sandalmu maka
kami pun melepaskan sandal-sandal kami.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan, “Tadi Jibril mendatangiku dan mengabarkan bahwa pada kedua
sandalku ada kotoran/najis, maka akupun melepaskan keduanya.” Beliau juga
mengatakan, “Apabila salah seorang dari kalian datang ke masjid, sebelum masuk
masjid hendaklah ia melihat kedua sandalnya. Bila ia lihat ada kotoran atau
najis maka hendaklah membersihkannya. Setelah bersih, ia boleh shalat dengan
mengenakan kedua sandalnya.” (HR. Abu Dawud no. 650 dishahihkan Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud, Irwa`ul Ghalil no. 284 dan
Ashlu Shifati Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1/110)
Mengenai
kesucian badan maka tentunya lebih utama daripada sucinya pakaian yang
dikenakan. Di samping ada pula hadits yang menunjukkan wajibnya membersihkan
najis yang ada pada badan seperti hadits Anas radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata,
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَنَزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ، فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ
“Bersucilah
kalian dari kencing karena kebanyakan adzab kubur disebabkan kencing.” (HR.
Ad-DaraQathani dalam Sunan-nya hal. 7, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 280)3
Demikian
pula hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً فَكُنْتُ أَسْتَحْيِي أَنْ أَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ، فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ اْلأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: يَغْسِلُ ذَكَرَهَ ويَتَوَضَّأُ
“Aku
seorang lelaki yang banyak mengeluarkan madzi, namun aku malu menanyakannya
langsung kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan keberadaan putri
beliau (sebagai istriku). Maka aku menyuruh Al-Miqdad ibnul Aswad untuk
menanyakannya. Ia pun bertanya kepada beliau, maka beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberikan tuntunan, ‘Hendaklah ia mencuci kemaluannya kemudian
berwudhu4’.” (HR. Al-Bukhari no. 132 dan Muslim no. 693)
C. Kesucian Tempat
Adapun dalil
tentang kesucian tempat shalat adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِيْنَ وَالْعَاكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْد
“Bersihkanlah
rumah-Ku (Baitullah) (wahai Ibrahim dan Ismail) untuk orang-orang yang thawaf,
yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud.” (Al-Baqarah: 125)
Demikian
pula adanya perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyiram kencing
A’rabi (Arab gunung/Badui) sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu:
أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَامَ إِلَى نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَبَالَ فِيْهَا، فَصَاحَ بِهِ النَّاسُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعُوْهُ. فَلَمَّا فَرَغَ أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوْبٍ فَصُبَّ عَلَى بَوْلِهِ
Ada
seorang A’rabi bangkit menuju ke pojok masjid lalu kencing di tempat tersebut.
Melihat hal itu, orang-orang berteriak menghardiknya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pun menegur, “Biarkan ia menyelesaikan kencingnya.”
Seselesainya si A’rabi kencing, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan agar mengambil air satu ember penuh, lalu dituangkan di atas
kencingnya.” (HR. Al-Bukhari no. 221 dan Muslim no. 658.
Kemudian ada pertanyaan, Bila
seseorang melihat pada tubuh, pakaian atau tempat shalatnya ada najis setelah
selesai shalatnya, apakah ia harus mengulangi shalatnya?
Dalam
masalah ini ada perbedaan pendapat. Namun yang rajih, wallahu a’lam, orang itu
tidak wajib mengulangi shalatnya, baik keberadaan najis tersebut telah
diketahuinya sebelum shalat tapi ia lupa, atau lupa mencucinya, ataupun ia
tidak tahu bila najis itu terkena dirinya, atau ia tidak tahu kalau itu najis,
atau ia tidak tahu hukumnya, atau ia tidak tahu apakah najis itu mengenainya
sebelum shalat ataukah sesudah shalat. Pendapat ini yang dipilih oleh Al-Muwaffaq
Ibnu Qudamah, Al-Majdu, Syaikhul Islam, Ibnul Qayyim, dan selain mereka
rahimahumullah. Dalilnya adalah kaidah umum yang agung yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala letakkan bagi hamba-hamba-Nya, yaitu firman-Nya:
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا
“Wahai
Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau keliru….”
(Al-Baqarah: 286)
Dan juga
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melepas sandal beliau
dalam shalatnya setelah Jibril ‘alaihissalam mengabarkan bahwa pada sandalnya
ada kotoran/najis. Beliau tidaklah membatalkan shalatnya, namun melanjutkannya
setelah melepas kedua sandalnya. (Al-Mughni, kitab Ash-Shalah fashl Man Shalla
Tsumma Ra`a ‘Alaihi Najasah fi Badanihi au Tsiyabihi, Asy-Syarhul Mumti’ 1/485,
Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/94, Taudhihul Ahkam 2/33)
----------------------------------------
Semoga bisa bermanfaat
فَإِذَا قَضَيْتُمُ
الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ
فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ
كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html
Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html
فَإِذَا قَضَيْتُمُ
الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ
فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ
كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Arab-Latin: Fa iżā qaḍaitumuṣ-ṣalāta fażkurullāha qiyāmaw wa qu'ụdaw wa
'alā junụbikum, fa iżaṭma`nantum fa aqīmuṣ-ṣalāh, innaṣ-ṣalāta kānat
'alal-mu`minīna kitābam mauqụtā
Terjemah Arti: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu),
ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html
Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html
فَإِذَا قَضَيْتُمُ
الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ
فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ
كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Arab-Latin: Fa iżā qaḍaitumuṣ-ṣalāta fażkurullāha qiyāmaw wa qu'ụdaw wa
'alā junụbikum, fa iżaṭma`nantum fa aqīmuṣ-ṣalāh, innaṣ-ṣalāta kānat
'alal-mu`minīna kitābam mauqụtā
Terjemah Arti: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu),
ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html
Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html