Selasa, 30 Juli 2019

AGAR ALLAH TERIMA SHOLAT KITA

Materi Kultum Rabu 31 Juli dan 01 Agustus 2019 (Syarat Sholat)

Kita semua tahu bahwa sholat merupakah kewajiban bagi setiap orang muslim yang sudah baligh  baik laki-laki maupun perempuan.

"Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." QS. An Nisa : 31

kalau bicara mengenai kewajiban tentunya kita sebagai muslim tidak boleh untuk meninggalkan sama sekali, juga kita harus memperhatikan supaya apa yang dikerjakan tidak percuma, kita harus memperhatikan syarat-syaratnya, ya seperti syarat syahnya. Kalau syarat sahnya ini kita tinggalkan atau kita abaikan maka sudah jelas kewajiban yang kita kerjakan tidak ternilai, ini sama saja kita meninggalkan kewajiban kita, dan tentu hukumnya akan berdosa. oleh karenanya akan kita bahas mengenai apa saja yang menjadi syarat sah daripada sholat.

Dasar pertama yang menjadi perhatian kita, dijelaskan dalam Surat Al Maidah ayat 6 sebagai berikut:
Berdasarkan firman Allah:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]


Read more https://almanhaj.or.id/936-syarat-syarat-sahnya-shalat.html
Berdasarkan firman Allah:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]


Read more https://almanhaj.or.id/936-syarat-syarat-sahnya-shalat.html
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Referensi: https://tafsirweb.com/1890-surat-al-maidah-ayat-6.html

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur."  QS. Al Maidah : 6

Dari Ibnu Umar Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Allah tidak akan menerima sholat (yang dikerjakan) tanpa bersuci".

Di dalam hadits, Rasulullah SAW juga bersabda:
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُوْرُ
Artinya: Kuncinya shalat adalah suci.

Bersuci, selain diperintahkan dalam Al-Qur’an atau hadits, juga mengandung beberapa hikmah dan rahasia yang bisa dipetik sebagaimana yang disarikan dari salah seorang ulama Al-Azhar, Kairo, Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam kitabnya Hikmatut Tasyri’ Halaman 59-63.

Pertama, ketika shalat, malaikat tak tertarik melihat ada hamba berpakaian kotor, baunya apek.

Kedua, kalau orang sedang berbaris, berjajar dengan manusia lain dalam shaf shalat, sedang pakaiannya kotor, pasti akan mengganggu jamaah lain. Oleh karena itu, Islam menyunahkan mandi bagi siapa saja yang ingin shalat. karena baju kotor dan bau apek merupakan musibah yang menyakitkan bagi orang di sekitarnya. 

Ketiga, manusia itu mempunyai dua sisi kepribadian. Pribadi hayawan dan malaikat. Jika orang sedang berhubungan suami istri, kepribadian hayawani sedang mengalahkan kepribadian malaikat. Istilahnya ia sedang menyakiti kepribadian malaikat. Untuk memulihkan itu, seseorang perlu bersih-bersih dengan mandi jinabat.

Keempat, dengan wudlu dan mandi dapat menumbuhkan semangat baru, mengusir kemalasan. Orang yang menjalankan ibadah bisa tampil dalam keadaan segar, fresh dan semangat. Begitu pula bagi orang yang haidl dan nifas.

Kelima, badan-badan yang biasa dibersihkan, adalah badan yang biasa dibuat untuk menjalankan maksiat. Muka dengan instrumen mata yang biasa melihat maksiat, memakan harta haram, mencium aroma yang tidak seharusnya ia hirup, tangan mengambil harta yang tidak dengan cara tepat, menyakiti orang lain, kaki berjalan menuju lokasi yang tidak diridlai Allah, telinga mendengarkan hal yang dilarang Allah Ta’ala.

Dengan dibersihkan melalui wudlu, semua badan menjadi bersih dan bersiap semangat menuju ibadah kepada Allah Ta’ala. Namun mesti harus dibarengi dengan membersihkan diri juga dari kotoran yang ada didalam diri yang meliputi hasud, iri, dengki, sombong, pamer, dan lain sebagainya.

NB:

A. Kesucian Pakaian 
Dalil tentang sucinya pakaian didapatkan dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan pakaianmu sucikanlah.” (Al-Mudatstsir: 4)
Sebagian ahlul ilmi menafsirkan ayat ini dengan: “Sucikanlah pakaianmu dari najis untuk mengerjakan shalat.” Adapun yang lainnya menafsirkan dengan selain makna ini. (Ma’alimut Tanzil 4/383, Adhwa`ul Bayan 8/619)

Dari As-Sunnah didapatkan banyak dalil, seperti hadits Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ya Rasulullah, apa pendapatmu bila pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid, apa yang harus diperbuatnya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi bimbingan:
إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ إِحْدَاكُنَّ الدَّمَ مِنَ الْحَيْضَةِ فَلْتُقْرِصْهُ ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ بِمَاءٍ ثُمَّ لِتُصَلِّي فِيْهِ
“Apabila pakaian salah seorang dari kalian terkena darah haid, hendaklah ia mengeriknya kemudian membasuhnya dengan air. Setelah itu, ia boleh mengenakannya untuk shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 307 dan Muslim no. 673)

Kata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu, dalam hadits ini terdapat isyarat dilarangnya shalat bila mengenakan pakaian yang terkena najis. (Fathul Bari, 1/532)

B. Kesucian Badan
Demikian pula hadits tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas sandalnya ketika shalat, sebagaimana diberitakan Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu:

"Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat bersama shahabat-shahabat beliau, tiba-tiba beliau melepas kedua sandalnya2 lalu meletakkannya di sebelah kiri beliau. Ketika melihat hal tersebut, mereka (para shahabat) pun melepaskan sandal mereka. Selesai dari shalat, Rasulullah bertanya, “Ada apa kalian melepaskan sandal-sandal kalian?” Mereka menjawab, “Kami melihatmu melepas sandalmu maka kami pun melepaskan sandal-sandal kami.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Tadi Jibril mendatangiku dan mengabarkan bahwa pada kedua sandalku ada kotoran/najis, maka akupun melepaskan keduanya.” Beliau juga mengatakan, “Apabila salah seorang dari kalian datang ke masjid, sebelum masuk masjid hendaklah ia melihat kedua sandalnya. Bila ia lihat ada kotoran atau najis maka hendaklah membersihkannya. Setelah bersih, ia boleh shalat dengan mengenakan kedua sandalnya.” (HR. Abu Dawud no. 650 dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud, Irwa`ul Ghalil no. 284 dan Ashlu Shifati Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1/110)

Mengenai kesucian badan maka tentunya lebih utama daripada sucinya pakaian yang dikenakan. Di samping ada pula hadits yang menunjukkan wajibnya membersihkan najis yang ada pada badan seperti hadits Anas radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَنَزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ، فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ
“Bersucilah kalian dari kencing karena kebanyakan adzab kubur disebabkan kencing.” (HR. Ad-DaraQathani dalam Sunan-nya hal. 7, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 280)3

Demikian pula hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً فَكُنْتُ أَسْتَحْيِي أَنْ أَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ، فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ اْلأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: يَغْسِلُ ذَكَرَهَ ويَتَوَضَّأُ

“Aku seorang lelaki yang banyak mengeluarkan madzi, namun aku malu menanyakannya langsung kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan keberadaan putri beliau (sebagai istriku). Maka aku menyuruh Al-Miqdad ibnul Aswad untuk menanyakannya. Ia pun bertanya kepada beliau, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan, ‘Hendaklah ia mencuci kemaluannya kemudian berwudhu4’.” (HR. Al-Bukhari no. 132 dan Muslim no. 693)

C. Kesucian Tempat
Adapun dalil tentang kesucian tempat shalat adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِيْنَ وَالْعَاكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْد

“Bersihkanlah rumah-Ku (Baitullah) (wahai Ibrahim dan Ismail) untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud.” (Al-Baqarah: 125)

Demikian pula adanya perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyiram kencing A’rabi (Arab gunung/Badui) sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَامَ إِلَى نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَبَالَ فِيْهَا، فَصَاحَ بِهِ النَّاسُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعُوْهُ. فَلَمَّا فَرَغَ أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوْبٍ فَصُبَّ عَلَى بَوْلِهِ

Ada seorang A’rabi bangkit menuju ke pojok masjid lalu kencing di tempat tersebut. Melihat hal itu, orang-orang berteriak menghardiknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegur, “Biarkan ia menyelesaikan kencingnya.” Seselesainya si A’rabi kencing, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar mengambil air satu ember penuh, lalu dituangkan di atas kencingnya.” (HR. Al-Bukhari no. 221 dan Muslim no. 658.

Kemudian ada pertanyaan, Bila seseorang melihat pada tubuh, pakaian atau tempat shalatnya ada najis setelah selesai shalatnya, apakah ia harus mengulangi shalatnya?

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Namun yang rajih, wallahu a’lam, orang itu tidak wajib mengulangi shalatnya, baik keberadaan najis tersebut telah diketahuinya sebelum shalat tapi ia lupa, atau lupa mencucinya, ataupun ia tidak tahu bila najis itu terkena dirinya, atau ia tidak tahu kalau itu najis, atau ia tidak tahu hukumnya, atau ia tidak tahu apakah najis itu mengenainya sebelum shalat ataukah sesudah shalat. Pendapat ini yang dipilih oleh Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah, Al-Majdu, Syaikhul Islam, Ibnul Qayyim, dan selain mereka rahimahumullah. Dalilnya adalah kaidah umum yang agung yang Allah Subhanahu wa Ta’ala letakkan bagi hamba-hamba-Nya, yaitu firman-Nya:

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau keliru….” (Al-Baqarah: 286)

Dan juga hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melepas sandal beliau dalam shalatnya setelah Jibril ‘alaihissalam mengabarkan bahwa pada sandalnya ada kotoran/najis. Beliau tidaklah membatalkan shalatnya, namun melanjutkannya setelah melepas kedua sandalnya. (Al-Mughni, kitab Ash-Shalah fashl Man Shalla Tsumma Ra`a ‘Alaihi Najasah fi Badanihi au Tsiyabihi, Asy-Syarhul Mumti’ 1/485, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 1/94, Taudhihul Ahkam 2/33)

----------------------------------------
Semoga bisa bermanfaat
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا Arab-Latin: Fa iżā qaḍaitumuṣ-ṣalāta fażkurullāha qiyāmaw wa qu'ụdaw wa 'alā junụbikum, fa iżaṭma`nantum fa aqīmuṣ-ṣalāh, innaṣ-ṣalāta kānat 'alal-mu`minīna kitābam mauqụtā Terjemah Arti: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا Arab-Latin: Fa iżā qaḍaitumuṣ-ṣalāta fażkurullāha qiyāmaw wa qu'ụdaw wa 'alā junụbikum, fa iżaṭma`nantum fa aqīmuṣ-ṣalāh, innaṣ-ṣalāta kānat 'alal-mu`minīna kitābam mauqụtā Terjemah Arti: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Referensi: https://tafsirweb.com/1635-surat-an-nisa-ayat-103.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAMIS 26 SEPTEMBER 2024 - TAHSIN KLS 7C - HAFALAN

GURU MAPEL : AMIN NURROHIM, S.Pd.I SMP AL AZHAR 3 BANDAR LAMPUNG CLASS : 7C MAPEL : TAHSIN KAMIS 26 SEPTEMBER 2024: JAM KE 3-4 (7C) Topic:  ...